Mari Bekerja Untuk Indonesia !!

PKS Working Party

Rabu, Januari 14, 2009

Gaza : Bagaimana Hamas Terpilih


Oleh : Terry Lacey*

Israel tidak bisa mengalahkan pemerintahan Hamas. Ribuan orang terbunuh atau terluka dalam perang ini, termasuk meningkatnya angka non-pejuang. Sebuah gencatan senjata jangka panjang yang dinegosiasikan dengan pemerintahan Hamas terpilih, seperti didiskusikan sebelumnya pada 2008 oleh mantan Presiden Bill Clinton dan pemimpin Hamas, merupakan satu-satunya jalan untuk mengakhiri perang ini.

Pertumbuhan Hamas setidaknya dimulai sekitar 20 tahun lalu. Saya sedang berada di Hotel Marna House di kota Gaza ketika pada 1987 intifada (peningkatan) dimulai. Beberapa remaja memblokade jalanan.

"Lihat," saya berkata kepada mereka, "kalian melakukan kesalahan. Kalian ingin para jurnalis datang, bukan? Jadi, jangan memblokade tempat parkir mobil." Mereka pun memindahkan blokadenya.

Saya adalah salah satu orang pertama yang menyetir keluar dari Gaza setelah serangan intifada pertama. Pasukan kemenangan terbaring kelelahan di samping jalan berlumpur, diselimuti asap ban yang terbakar.Dari Hotel Marna House, saya membantu usaha kecil dan menengah, pinjaman bank, dan pusat pelatihan kerja. Dimulai pada 1991, saya bekerja dengan Palestinian Housing Council untuk membangun 1.300 apartemen, kebanyakan berada di Gaza.

Usaha yang dilakukan untuk mendorong perkembangan ekonomi selama Oslo 1 terlalu kecil untuk menyokong sebuah persetujuan damai yang komprehensif. Saya mengawasi anggaran sebesar US$ 50 juta untuk Uni Eropa, tapi kami membutuhkan lebih banyak lagi untuk menciptakan dampak nyata yang pesat pada pendapatan yang rendah dan infrastruktur yang tertinggal. Perekonomian Gaza memerlukan dana milyaran agar dapat stabil.

Para pendukung Hamas yang saya temui biasanya sangat disiplin dan sopan. Suatu saat, saya berjalan keluar dari Bank Palestina. Beberapa shebab (anak laki-laki) Hamas sedang menyiapkan diri untuk berperang. Mobil saya berada di antara mereka.

Saya berjalan sambil memegangi koper. "Koper ini penuh dengan uang. Saya harus membawanya ke badan amal Palestina. Saya harus mengambil mobil saya sebelum kalian mulai berperang."Pemimpin kelompok itu berkata, "Kamu boleh mengambil mobilmu. Kami belum akan memulainya." Saya mengambil mobil dan meneruskan perjalanan.

Hamas memulai sebagai musuh/lawan Fatah dan memperoleh tempat di jalanan untuk melakukannya, dengan sedikit toleransi dari Israel. Dari apa yang saya lihat bagaimana cara Hamas berkembang, saya bisa mengerti bagaimana mereka memenangkan pemilu pada 2006.

Pertama, mereka jujur. Pelayanan sosial mereka yang murah hati sangat efisien dan dihargai.

Kedua, mereka tidak setuju dengan perjanjian damai di awal atau yang mudah dengan Israel dan lebih memilih perjuangan panjang untuk mengusahakan dan mendapatkan sebuah persetujuan yang lebih baik. Banyak orang di jalanan setuju dengan ide tersebut. Dan cara itu tidak dipilih untuk menciptakan perdamaian yang cepat.

Ketiga, dukungan keagamaan mereka yang berjangkauan luas dari liberal menjadi semakin konservatif. Mereka juga menarik para tokoh nasionalis dan dukungan negara sekuler.

Merupakan kesalahan besar jika menganggap seluruh pemerintahan Hamas, administrasi sipil, dan pergerakan politik sebagai teroris.

Pegawai pemerintahan, polisi lalu lintas, dan orang-orang yang memilih Hamas tidak semuanya teroris. Hal ini sangatlah konyol. Dalam hal ini, posisi Israel, Amerika Serikat, dan Uni Eropa saling merugikan dan memicu berakhirnya pilihan negara kembar oleh Hamas dan Likud (partai politik Israel).

Celah antara dua bagian Palestina pada saat ini menjadi makin besar secara institusional dan ideologi. Tidak jelas, kapan dan bagaimana mereka bisa dipersatukan kembali. Perang Gaza hanya akan berakhir melalui negosiasi dengan Hamas.

Shlomo Ben Ami, mantan Menteri Luar Negeri Israel, menulis di The Jakarta Post pada malam Natal, mengidentifikasi bahwa Hamas ingin Jalur Gaza kembali dibuka, pembebasan para tahanan di Mesir, dan sebuah akhir aksi melawan aktivis Hamas di Tepi Barat.

Gaza tidak bisa secara ekonomi ditaklukkan. Membuka pintu garis perbatasan dan perkembangan ekonomi harus menjadi bagian dari perjanjian gencatan senjata Hamas.

Semua orang yang terlibat dalam siasat untuk menjatuhkan pemerintahan Hamas terpilih telah kehilangan legitimasinya. Anda tidak bisa mengambil demokrasi dan meletakkannya ketika Anda merasa menyukainya, seperti sebuah tas wanita. Isu terorisme bukan alasan yang cukup untuk mencoba mengisolasi Hamas dan Gaza, dan kemudian berusaha untuk menghancurkan sebuah pemerintahan terpilih.

Gaza butuh pembicaraan, bukan tank, dan perkembangan ekonomi, di samping gencatan senjata. Atau, jika tidak, Gaza akan menjadi pusat ketidakstabilan dan kekerasan yang permanen.


*Ekonom, berdomisili di Jakarta

Sumber : Kolom, Gatra Nomor 9 Beredar Kamis, 8 Januari 2009

0 komentar: