Mari Bekerja Untuk Indonesia !!

PKS Working Party

Rabu, November 26, 2008

Tafsir Surah An Naba: Oleh-oleh Ust Taufik Qulazhar

Oleh : Akmal Syafril (http://akmal.multiply.com)

assalaamu’alaikum wr. wb.

Ahad, 23 Nopember 2008, saya berkesempatan mengikuti kegiatan tatsqif untuk DPC Bogor Tengah. Pembicara yang tampil adalah ust. DR. Taufik Qulazhar dan ust. Hepi Andi Bastoni. Yang pertama adalah dosen mata kuliah Bahasa Arab saya di semester pertama dahulu, dan yang kedua adalah Pemred Majalah Al-Mujtama’ yang dulunya sempat aktif di Majalah Sabili, merangkap kenalan saya juga. Tentunya kesempatan baik untuk ber-silaturrahim dengan keduanya tidak bisa saya lewatkan begitu saja.

Saya ingin membagi uraian ust. Taufik Qulazhar tentang tafsir surah An-Naba’, yang merupakan surah pertama di juz 30 dalam Al-Qur’an. Ustadz yang satu ini berlatar belakang ilmu syari’ah dan ushul fiqih, namun sangat concern dan mencurahkan banyak perhatiannya terhadap ilmu bahasa Arab. Beliau sangat menekankan sekali kewajiban untuk mempelajari ilmu bahasa Arab. Tidak perlu sampai jadi mufassir, kata beliau, namun minimal sampai bisa mengerti ayat-ayat Al-Qur’an dan bacaan shalat sehingga hati benar-benar bergetar jika membacanya.

Mendengar uraian tafsir dari seorang ahli bahasa Arab memang terasa sekali bedanya. Ditambah dengan pengetahuan beliau yang cukup luas terhadap tafsir-tafsir para ulama, maka penjelasannya menjadi sangat memikat. Mendengarkan penjelasan beliau, rasanya begitu banyak ‘missing link’ yang lenyap dari surah An-Naba’. Di tengah-tengah cerita, bahkan air mata pun nyaris menetes karena penggambarannya yang sangat deskriptif. Sebenarnya Al-Qur’an sendiri sudah sangat deskriptif, namun sayang pengetahuan bahasa dan logika kita yang sangat kurang, sehingga selama ini surah tersebut sering dibaca namun tidak meninggalkan bekas.

Bagian Pertama : Berita Besar yang Diperselisihkan

Kita sudah mengetahui bersama bahwa kata “an-Nabaa’” memiliki makna “berita besar”. Berita besar nan menggemparkan yang dimaksud adalah tentang Hari Kebangkitan. Kesimpulan ini sesuai dengan paparan ayat-ayat berikutnya yang bercerita tentang Hari Kebangkitan dan kehidupan akhirat yang terjadi sesudahnya. Bagian pertama surah ini bercerita tentang perselisihan manusia tentang berita akan datangnya Hari Kebangkitan tersebut, sebagaimana digambarkan dalam ayat 1-5.

Rasulullah saw. datang dan menyeru kepada umatnya untuk berkhidmat pada ‘berita besar’ yang semakin dekat itu. Tak ada yang tahu kapan ia akan terjadi, namun Rasulullah saw. menjamin bahwa hari itu pasti akan datang. Berita akan adanya Hari Kebangkitan adalah sebuah berita besar, bukan karena kedatangan hari itu sendiri, melainkan karena konsekuensi yang dibawanya. Dalam Islam, manusia dibangkitkan bukan untuk bereinkarnasi atau menjalani kehidupan di dunia untuk kedua kalinya, melainkan untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya semasa di dunia.

Tidak semua orang memberi respon baik terhadap berita tersebut. Sejak jaman dahulu pun orang-orang skeptis-materialis pun sudah ada. Mereka tidak percaya akan adanya Hari Kebangkitan, karena akalnya tak mampu mencerna bagaimana caranya Allah SWT akan membangkitkan semua manusia yang pernah hidup di muka bumi ini secara sekaligus. Jangankan sekaligus, membayangkan seorang manusia dibangkitkan dari kematian pun sudah tak terbayangkan. Itulah sebabnya terjadi perselisihan besar diantara kaum yang mendengar dakwah Rasulullah saw. Berulang kali mereka mempertanyakan kemampuan Allah untuk melakukan hal yang demikian.

Bagian Kedua : ‘Portofolio’ Allah

Ibarat seorang insinyur sipil yang ditanya mengenai kemampuannya merancang sebuah bangunan, maka jawabannya tidak mesti “ya” atau “tidak”. Cara paling efektif untuk menunjukkan kapabilitas kita yang sebenarnya adalah dengan memperlihatkan hasil pekerjaan kita di masa lalu. Kalau sudah bisa membangun Empire State Building, orang takkan lagi mempertanyakan kemampuan kita untuk merancang sebuah ruko tiga lantai. Kalau sudah bisa membangun bendungan selevel Waduk Jatiluhur, takkan ada lagi yang mempersoalkan kemampuan kita membangun saluran irigasi.

Allah pun tak memberikan jawaban “ya” atau “tidak” pada orang-orang kafir yang meragukan kemampuannya untuk membangkitkan seluruh manusia dari kematian. Manusia itu kecil bagi Allah, dan Allah menunjukkannya dengan memperlihatkan hal-hal besar yang telah diciptakan-Nya sebelumnya. Oleh karena itu, kita temukan ayat 6-16 yang membicarakan tentang berbagai ciptaan-Nya yang luar biasa. Secara berurutan, Allah menyebutkan :

* Bumi yang dijadikan sebagai tempat nyaman untuk tempat hidup manusia.
* Gunung-gunung yang dijadikan pasak untuk menjaga stabilitas di kerak Bumi (yang telah dibuktikan melalui sains modern).
* Pasangan-pasangan yang diciptakan untuk manusia.
* Mekanisme tidur yang dijadikan sebagai sarana untuk mengistirahatkan badan.
* Malam yang dijadikan bagai selimut bagi manusia.
* Siang yang dijadikan cocok dengan jam biologis manusia untuk beraktifitas dan mencari nafkah.
* Tujuh langit yang kokoh, menjulang tinggi meskipun tanpa tiang.
* Matahari yang diciptakan bagai pelita yang bukan main terangnya.
* Butir-butir yang tercurah dari awan, agar Bumi bisa ditumbuhi makanan bagi hewan dan manusia, dan kebun-kebun yang lebat.

Kalau sudah mengetahui track record Allah yang seperti ini, maka semestinya tak perlu lagi mempertanyakan ke-Maha Kuasa-an Allah. Allah SWT telah menciptakan hal-hal besar seperti Bumi, langit, dan gunung-gunung. Allah juga telah mensinkronisasikan ciptaan-ciptaan-Nya agar sesuai dengan kebutuhan manusia. Tak terbayang jika hujan tidak jatuh dalam bentuk butiran-butiran, melainkan mengucur seperti air yang memancar dari selang. Begitu halus dan mendetil ciptaan-Nya, sehingga malam dan siang pun telah sinkron dengan jam biologis manusia.

Bagian Ketiga : Perubahan Seratus Delapan Puluh Derajat

Menciptakan sesuatu bagi Allah sangatlah mudah, demikian pula membalikkan keadaan yang nampaknya sudah sangat mapan. Banyak pula orang yang mengakui bahwa Allah SWT telah menciptakan kemapanan, tapi mereka tak mau mengaku bahwa Allah juga mampu membalikkan keadaan seratus delapan puluh derajat.

Ayat 17-20 menjelaskan bahwa Hari Kebangkitan sudah sangat dekat. Memang sudah empat belas abad berlalu sejak peringatan Rasulullah saw. tersebut dikumandangkan, dan hingga kini belum terjadi Kiamat. Akan tetapi, umur manusia toh pendek, sehingga waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi Hari Kebangkitan memang sangat sedikit. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk menyadari bahwa dirinya selalu diintai oleh Hari Kebangkitan.

Ketika Kiamat berlangsung, kondisi mapan yang Allah ciptakan akan didestruksi semuanya. Setelah sangkakala ditiupkan, langit yang tadinya kokoh pun akan terbelah-belah. Begitu banyaknya celah yang muncul di langit sehingga dalam ayat ke-19 dijelaskan bahwa langit pada hari itu bagaikan memiliki pintu-pintu yang terbuka. Gunung-gunung yang tadinya berfungsi sebagai pasak yang kokoh pun kehilangan keperkasaannya, sehingga ia berjalan bebas kesana-kemari sehingga manusia bisa salah menyangkanya sebagai fatamorgana. Demikianlah Allah menggambarkan keadaan pada Hari Kiamat.

Akal sehat manusia mestinya sudah dapat menerima kenyataan bahwa jika Allah bisa menciptakan langit sebagai struktur yang kokoh, maka Allah pun dapat merobek-robeknya dengan mudah. Jika Allah SWT berkehendak menjadikan gunung sebagai pasak yang menjaga stabilitas di muka Bumi, maka suatu hari Allah pun bebas untuk berkehendak sebaliknya.

Bagian Keempat : Kehidupan di Akhirat

Hanya ada dua terminal akhir yang bisa dipilih oleh manusia, yaitu Neraka dan Surga. Tentunya ‘memilih terminal akhir’ ini tidak dilakukan setelah Hari Kebangkitan, melainkan sejak hidup di dunia. Ayat 21-30 bercerita tentang nasib orang-orang kafir, sedangkan ayat 31-36 bercerita tentang nasibnya orang-orang yang bertaqwa.

Setelah semua argumen disampaikan, maka wajar jika Allah kemudian memberikan ancaman kepada manusia yang coba-coba mengingkari-Nya. Allah mengancam dengan Neraka Jahanam yang akan menjadi terminal akhir bagi orang-orang yang melampaui batas, dan mereka akan tetap di dalamnya untuk waktu yang sangat lama, bahkan tak terbayangkan lamanya. Tidak ada kesejukan di dalamnya, dan tak ada air yang akan menghapus dahaga. Yang ada justru air yang sangat panas yang akan menghancurkan kerongkongan manusia yang meminumnya. Hal yang demikian itu, Allah tegaskan dalam ayat ke-26, adalah pembalasan yang setimpal bagi mereka yang tidak takut pada hisab Allah, dan mendustakan ayat-ayat-Nya. Apa yang mereka lakukan telah dicatat dalam pembukuan yang sangat mendetil, dan di akhirat kelak mereka hanya akan menerima ‘adzab dan ‘adzab.

Di sisi lain, orang-orang yang bertaqwa semasa hidup di dunia mengalami hal yang benar-benar berkebalikan dengan mereka yang kafir. Mereka akan mendapatkan berbagai kenikmatan yang digambarkan di dalam Al-Qur’an dengan hal-hal yang dapat dipahami manusia, meskipun sebenarnya yang akan ditemui di Surga jauh lebih nikmat lagi. Jangankan penderitaan dan kekecewaan, perkataan dusta dan sia-sia pun tak akan terdengar di sana.

Bagian Kelima : Keheningan dan Penyesalan

Ayat 37-40 menggambarkan kengerian yang sebenarnya pada Hari Kebangkitan. Ketika itu, seluruh umat manusia yang pernah lahir di dunia dibangkitkan dan dikumpulkan di satu tempat. Sekarang jumlah penduduk Bumi sudah lebih dari 5 miliar, entah berapa banyak umat manusia yang pernah ada sebelumnya. Kita tidak akan bisa membayangkan betapa luasnya tempat yang digunakan untuk mengumpulkan seluruh manusia itu. Tidak pula bisa sepenuhnya membayangkan betapa mencekamnya saat itu, ketika manusia berkumpul dalam jumlah yang sangat banyak, namun tak satu pun yang mampu berbicara. Semua tenggorokan tercekat karena menyadari betapa gawatnya peristiwa pada hari itu.

Selain manusia, para malaikat pun – yang jumlahnya juga sangat banyak – dibariskan dalam shaf-shaf yang rapi. Bukan hanya manusia, para malaikat pun pada hari itu tidak angkat bicara kecuali jika Allah SWT memberi ijin. Mereka yang sombong pada hari itu tak bisa membicarakan kehebatannya. Mereka yang ingkar pada hari itu takkan lagi bisa menyanggah. Mereka yang doyan debat pada hari itu akan dipaksa untuk tutup mulut. Entah berapa miliar manusia, dan entah berapa miliar malaikat, dan semuanya diam di hadapan Allah. Sebuah visualisasi yang sangat mengguncang jiwa.

Betapa pun seramnya penggambaran Hari Kebangkitan tadi, namun Allah SWT menyelipkan salah satu asma-Nya, yaitu Ar-Rahmaan, sebanyak dua kali, yaitu pada ayat ke-37 dan pada ayat ke-38. Ini menunjukkan kasih sayang Allah yang sangat besar, dan hal itu sudah dibuktikan dengan kesempatan untuk mengambil jalan yang lurus ketika bertahun-tahun hidup di dunia. Allah pun berpesan pada ayat ke-39 : “Barangsiapa yang menghendaki, maka ia dapat menjadikan Allah SWT sebagai terminal akhirnya.” Sebuah pernyataan mesra yang sangat menyentuh. Orang-orang yang beriman kelak akan berada di sisi-Nya. Adakah tempat lain yang lebih baik?

Panggilan Dakwah

Semua argumen telah disampaikan. Akal sehat sudah digunakan. Peringatan sudah diberikan, kabar baik (bagi yang beriman) sudah diberikan. Deskripsi suasana di Hari Kebangkitan – yang sebelumnya jadi bahan perselisihan orang – juga sudah disampaikan. Tinggallah kini para da’i dengan agenda dakwahnya.

Ayat ke-40 menunjukkan penyesalan orang-orang kafir. Setelah mengetahui bahwa dirinya akan diganjar oleh siksaan di Neraka, mereka pun menyesal. “Andai kami jadi tanah saja!”, begitulah jeritan lirih mereka. Ini menunjukkan bahwa di dunia pun orang-orang kafir sudah mengetahui kesesatannya. Seorang Ahli Kitab dahulu pun pernah mengutus pembantunya untuk mengecek tanda-tanda kenabian dalam diri Rasulullah saw. sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Kitab Taurat dan Injil. Ketika tanda-tanda kenabian tersebut dikonfirmasi, ia malah berkata, “Kalau begitu mulai hari ini saya kafir!” Nyaris tak ada bedanya dengan sebagian orang di masa kini yang mengakui kebenaran Al-Qur’an namun memilah-milah ayatnya ; ada ayat pluralis, ada ayat non-pluralis, ada ayat yang ‘masih bisa dipakai’, ada yang sudah expired, ada yang bisa dipertahankan, ada pula yang perlu diamandemen. Pada dasarnya mereka semua ingkar, meskipun sudah tahu kebenarannya.

Inilah panggilan dakwah. Kebenaran Islam tak akan pernah bisa disangkal oleh hati nurani manusia yang terdalam. Semua orang tahu bahwa Islam adalah ajaran yang benar. Jika mulutnya berbicara sebaliknya, maka yakinlah bahwa hatinya tahu mana yang sebenar-benarnya benar. Karena itu, potensi untuk mengambil jalan yang lurus ada dalam diri semua orang. Tinggallah para da’i yang mesti mempertajam ‘seni dakwahnya’, agar bisa menyentuh hati manusia. Lagipula, suasana gawat dan mencekam di Hari Kebangkitan adalah ancaman bagi semua manusia. Apakah kita akan menghadap Allah pada hari itu dengan kepala tegak, ataukah dalam tangisan pilu berharap diri menjadi tanah kembali?

wassalaamu’alaikum wr. wb.

0 komentar: